Dari Gelap Terbit Terang

Kumpulan Tulisan dalam Rangka Ulang Tahun SETIA ke–29 (Delima, 2016)

Editor

Stenly R. Paparang

Yosia Belo

Lewi N. Bora


Kata pengantar

Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Th.

Pendiri & Ketua SETIA

Ketua Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)

Sejak penciptaan, gelap dan terang disebutkan oleh penulis kitab Kejadian sebagai bagian dari awal dunia ini. Setidaknya, Kejadian 1 ayat 2, disebutkan bahwa: “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Ada term “gelap” di ayat tersebut yang menandakan bahwa ada sesuatu yang akan Dia buat bagi dunia ciptaan-Nya. Apa yang dibuat-Nya? Di ayat 3 disebutkan: Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Elohim membuat dari dalam “gelap” terbit “terang”. Bukankah ini merupakan karya yang indah untuk kita pahami? Tuhan kita memang hebat. Ia mau melakukan sesuatu semakin hari semakin jelas dan terang, layaknya Ia menciptakan langit dan bumi. Ada sifat progresivitas yang Ia rencanakan sejak kekal – dan hal itu telah menjadikan umat pilihan-Nya tahu bahwa segala sesuatu yang Ia kerjakan dan lakukan, selalu mendatangkan kebaikan semata-mata. Bukankah dari dalam “gelap” diterbitkan “terang” oleh Sang Pencipta merupakan pekerjaan yang luar biasa dan ajaib?

Kemudian, dua orang yang menyebutkan tentang “dari gelap [akan] terbit terang” adalah Raja Daud dalam Mazmur 112:4, “Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil”, dan Rasul Paulus dalam 2 Korintus 4:6, “Sebab Allah yang telah berfirman: ‘Dari dalam gelap akan terbit terang!’ Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.” Raja Daud memahami progresivitas rencana dan karya TUHAN dari dirinya dan bagi umat pilihan-Nya. Dalam perjalanan hidup, orang percaya diperintahkan oleh suka dan melakukan segala perintah TUHAN. Imbasnya adalah anak cucunya akan perkasa di bumi – angkatan orang benar akan diberkati. Kata “akan” harus melalui proses. Banyak berkat yang TUHAN berikan kepada mereka yang suka dan melakukan kehendak-Nya. Dan kemudian Raja Daud menegaskan bahwa

“Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil. Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya.”

Keyakinan akan providensi dan pertolongan TUHAN bagi orang benar membuat Raja Daud dengan tegas mengatakan,

“Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya. Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan. Orang fasik melihatnya, lalu sakit hati, ia menggertakkan giginya, lalu hancur; keinginan orang fasik akan menuju kebinasaan” (Mazmur 112:7-10).

Pada akhirnya, keyakinan Daud pada kuasa dan kehebatan serta keadilan TUHAN membawanya pada kesimpulan bahwa “keinginan orang fasik akan menuju kebinasaan”. Apa yang perlu ditakuti jika Ia menjaga dan menjamin, baik keamanan hidup, kesejahteraan hidup, dan keselamatan hidup? Daud tahu bahwa sesuatu pasti terjadi, meskipun orang benar sering mendapatkan perlakuan tidak adil, dihina, dicaci maki, direndahkan, dan bahkan ingin disingkirkan, dibunuh, dan dihancurkan. TUHAN pasti berpihak kepada orang benar, dan bukan kepada orang jahat (fasik): “dari gelap akan terbit terang”.

Rasul Paulus juga menjelaskan mengenai makna gelap dan terang dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang!” Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus (2 Kor. 4:6).

Paulus mengaitkan makna “gelap” dan “terang” dengan menyepadankannya dalam konteks perubahan dalam diri manusia yaitu hati. Manusia yang telah berdosa, yang hatinya gelap, diberikan terang (dibuat Tuhan bercahaya) dalam hatinya sehingga hati tersebut menjadi terang. Ada peristiwa besar yang dapat kita pahami dari ayat di atas. Peran dari hati yang “[di]terang[i]” adalah supaya kita beroleh terang (dari terang menghasilkan terang) dari pengetahuan tentang kemuliaan-Nya yang nampak pada wajah Kristus. Jadi, dari Tuhan  untuk Tuhan. Dalam Surat kepada Jemaat di Roma, Rasul Paulus menyebutkan bahwa: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm. 11:36).

Makna “dari gelap [akan] terbit terang” menyiratkan sebuah pekerjaan Allah yang luar biasa, bahwa Ia – sejak awal penciptaan langit dan bumi, telah menjadikan terang terbit dalam kegelapan (Kej. 1:2-3), dan hal itu juga yang Ia kerjakan untuk menerangi hati manusia yang telah berdosa, telah gelap – manusia telah buta rohani dan meraba-raba dalam ketidakpastian tentang keselamatan – Tuhan telah menyatakan dan menjadikan hati manusia yang gelap itu dengan terang-Nya, sehingga dengan terang itu (tindakan awal) akan menyambut “terang” dari pengenalan manusia akan Dia (Bapa) yang nampak pada wajah Kristus.

Rasul Paulus menegaskan bahwa meskipun pelayanannya bersama rekan-rekannya sangat berat, mereka tidak tawar hati. Mereka menyatakan apa adanya; tidak dengan sembunyi-sembunyi, tidak berlaku licik atau memalsukan firman-Nya. Bagi Paulus, di dalam Injil ada cahaya kemuliaan Kristus (2 Kor. 4:1-2). Paulus dan rekan-rekannya tidak memegahkan dan menyombongkan diri. Mereka yang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Apa pun resikonya, meskipun tindas, mereka tidak terjepit dan tidak putus asa. Meskipun dianiaya dan dihempaskan tetapi mereka tidak sendirian dan binasa (ay. 8-9).

Gambaran dari hati yang telah diterangi oleh Tuhan untuk melihat terang Injil Yesus Kristus telah membawa Rasul Paulus dan rekan-rekannya kepada kesimpulan bahwa apa pun terjadi, Injil harus diberitakan. Dalam kondisi apa pun, Injil harus diberitakan, sekalipun nyawa terancam bahkan sebagai taruhannya. Dengan begitu, perubahan dari gelap kepada terang, menghasilkan keberanian dalam memberitakan Injil. Perubahan hati yang gelap menjadi terang dimungkinkan hanya oleh karya Tuhan Yesus Kristus.

Jika SETIA mengalami masa-masa kelam, masa-masa gelap pekat, itu semua diizinkan Tuhan agar SETIA boleh melihat terang yang ajaib dari-Nya untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Jika Tuhan sudah memberitakan terang untuk menerangi SETIA, maka selaras dengan apa yang Rasul Paulus nyatakan, maka SETIA juga harus melihat terang dari Injil Yesus Kristus – Injil di mana karya dan kasih Bapa telah dinyatakan kepada umat manusia yang berdosa melalui Yesus Kristus yang telah mati di kayu salib. Terang itu, seharusnya menjadi kesaksian kita semua dalam melayani di desa-desa, di pedalaman-pedalaman, atau di mana kita jumpai manusia untuk menyatakan bahwa Yesus mengasihi manusia dan rela menebus manusia dari dosa-dosa mereka. Ia telah menyelesaikan tugas yang besar yang diberikan Bapa kepada-Nya. Ia telah menawarkan terang Injil untuk kita percayai dan imani sebagai bagian dari hidup dan pengharapan kita kepada-Nya. Jikalau Tuhan telah menerangi hati kita, kiranya hati yang telah terang itu, harus melihat kepada terang Injil yang sejati, Injil yang menyelamatkan, Injil yang penuh kuasa, seperti yang ditegaskan oleh Rasul Paulus,

Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Rm. 1:16-17)

Di Ulang Tahun yang ke-29 ini, Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) Jakarta, telah melalui serentetan peristiwa-peristiwa besar – di mana Tuhan telah memperlihatkan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Ia telah menunjukkan bahwa dari gelap akan terbit terang; dan SETIA telah melalui proses yang panjang. Proses di mana Tuhan menguji sebegitu rupa, sampai batas yang Ia tentukan sendiri. Tuhan tetap menujukkan belas kasihan-Nya kepada SETIA di tengah-tengah pergumulannya yang sangat berat. Tak ada kata selain mengucap syukur kepada Tuhan, Sang Penjaga dan Pemelihara SETIA sejak awal berdiri hingga sekarang ini.

Kami mengaminkan perkataan Raja Daud bahwa, “Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil”. Orang benar selalu dijaga oleh Tuhan. Meskipun terkadang hidup orang benar tidak selalu berjalan mulus. Namun, ada Tuhan yang menjamin hidupnya dan keamanan serta keselamatan jiwanya. SETIA juga selalu berharap bahwa ada pertolongan Tuhan ketika sedang dirundung berbagai persoalan dan hambatan. Kami yakin bahwa semakin banyak tantangan yang kami hadapi, adalah merupakan pembelajaran, bagaimana seharusnya berharap, bagaimana seharusnya tetap setia dan beriman kepada Tuhan, bagaimana caranya hidup dalam Tuhan meskipun caci maki, fitnah, iri hati, kebohongan, pemalsuan, datang silih berganti. Ada harapan di dalam Tuhan Yesus. Kami yakin akal hal itu.

Selamat Ulang SETIA ke-29, 11 Mei 2016. Tetaplah setia mendayung bahtera “SETIA”. Sebab Tuhan akan mengemudikan bahteranya menuju tujuan yang Ia tetapkan. Semoga seluruh tenaga kependidikan dan dosen yang masih setia di SETIA, selalu diberikan kelimpahan sukacita untuk mengikut Yesus – setia sampai mati.

Dirgahayu SETIA. Soli Deo Gloria


Kata Sambutan

Pdt. Dr. Stenly R. Paparang, M.Th.

Ketua Panitia Dies Natalis XXIX SETIA

Ketua Tim Pembuatan Buku Dies Natalis XXIX SETIA


Ketua DELIMA

Dalam memperingati Dies Natalis (Ulang Tahun) XXIX SETIA, Departemen Literatur dan Media Arastamar (DELIMA) menerbitkan buku dengan tema: “Dalam Gelap Terbit Terang”. Tema ini adalah tema yang digagas oleh Pdt. Dr. Matheus Mangentang, dan meminta saya apakah setuju atau tidak dengan tema tersebut. Saya pun menyetujuinya dan kemudian pihak DELIMA menjadikannya sebagai judul buku ini. Buku yang ada di tangan Anda, adalah kumpulan tulisan dari partisipan yang tergerak hatinya untuk menyumbangkan tulisannya bagi Ulang Tahun SETIA. Meskipun dalam waktu yang cukup singkat untuk membuat buku ini, ditambah dengan kesibukan lainnya yang cukup menyita waktu, tenaga, dan pikiran, kami tetap berusaha untuk merampungkan buku ini, meskipun juga dengan dana yang terbatas. Mungkin, jika ada kesempatan untuk menerbitkan kembali buku ini (setidaknya jika cetakan pertama ini masih kami dianggap kurang bagus), maka kami akan berusaha untuk membuatnya menjadi semakin menarik sebagai warisan untuk generasi SETIA berikutnya, sesudah kami. Minimal, kami telah berpikir sejak awal, bahwa buku yang kami terbitkan adalah sebagai warisan bagi generasi-generasi berikutnya yang turut mengambil bagian di SETIA dalam melayani dan berjuang memberitakan Injil di desa-desa dan pedalaman.

Banyak orang yang memiliki konseptualitas tentang sebuah “tulisan” yang mana tulisan itu seolah-olah hanya milik kaum akademisi saja. Meskipun dalam konteks ini saya sedikit berbeda dengan beberapa orang, tetapi dalam catatan pikiran saya, jika kita telah diberikan kemampuan atau talenta untuk menulis, maka jangan sia-siakan hal itu. Prinsipnya adalah bahwa tulisan itu akan menjadi legasi (warisan) yang berharga bagi anak cucu kita. Ingat, kita akan mati kapan saja. Jika kita berpikir bahwa perlu adanya warisan bagi generasi kemudian, maka perlu memberikan waktu kita untuk menulis dan berbicara lewat tulisan. Jika sudah mati, tak ada lagi kesempatan untuk berbicara dan menulis. Selagi hidup, apa yang telah Tuhan kerjakan dan nyatakan kepada kita, perlu kita bagikan kepada mereka yang mungkin belum merasakan cinta kasih dan lawatan Tuhan. Siapa tahu, lewat tulisan kita, ada orang yang merasa diberkati, merasa dijamah atau diubahkan hatinya oleh kuasa Roh Kudus.

Kesempatan untuk menulis sangat langka. Meskipun ada pula kesempatan menulis sangat banyak. Tetapi yang menjadi tolok ukur adalah “apakah ada waktu kita untuk menuliskan cinta kasih Tuhan? Adakah waktu kita untuk menuliskan ilmu yang telah kita pelajari puluhan tahun? Adakah kepedulian kita dengan dunia doktrin yang sedang carut marut? Adakah keinginan kita untuk mewariskan tulisan-tulisan yang berisi tentang Tuhan dan karya-karya-Nya meskipun sering diperdebatkan? Kiranya, mereka yang membaca kata pengantar ini, dapat tergerak untuk memulai menuliskan apa yang ingin dituliskan, sebelum ia mengakhiri pertandingan dan pergumulan hidupnya di dunia ini.

Mungkin berbagai kesibukan sehingga membuat seseorang belum sempat untuk membuat tulisan. Sebab, kita memiliki agenda hidup yang berbeda-beda dan orientasi pemikiran yang berbeda pula. Tetapi melalui sambutan ini, saya memberikan contoh mengenai kemurahan hati dari rekan dan kenalan saya yang baik, seorang pendidik dan pengajar yaitu Dr. Ir. Drs. Khoe Yao Tung, MM., M.Kom., M.Sc.Ed., M.Ed., yang dalam beberapa waktu lalu, telah saya hubungi untuk meminta sumbangan artikelnya di Jurnal Arastamar dan beliau menyanggupinya. Saya tahu, bahwa beliau sangat sibuk. Tetapi apa yang saya dapatkan di sini? Beliau masih memberikan kontribusinya bagi pendidikan dan pengajaran Kristen melalui Jurnal Arastamar SETIA. Beliau telah mengambil bagian dalam menyatakan kebenaran Tuhan melalui tulisan. Tak banyak orang seperti beliau. Yang pasti, pembelajaran dan prinsip yang saya tanamkan dalam hati saya dan para mahasiswa yang saya ajarkan adalah “budayakan kemauan menulis”. Meskipun memulai sulit, tetapi masih lebih baik memulai daripada tidak sama sekali. Jika kita mati tanpa ada warisan iman, sangat malang generasi ita. Akan tetapi, jika kita mati meninggalkan begitu banyak warisan, betapa bahagianya generasi kita.

Melalui kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan pelayanan dan para pendeta, yang telah berpartisipasi melalui tulisan yang kami muat dalam buku ini. Semoga tulisan-tulisan ini menjadi warisan dan mendorong siapa saja untuk mau belajar menulis dan mengembangkannya. Lihat saja, apa yang diwariskan oleh para nabi dan rasul? Hanya sebuah tulisan-tulisan saja bukan? Tetapi apa dampaknya? Miliyaran manusia telah diubah oleh “tulisan-tulisan” yang bernama: “Alkitab”. Jika TUHAN menyatakan kepada kita bahwa melalui sebuah tulisanlah Ia mengungkapkan cinta kasih-Nya untuk diwariskan kepada generasi-generasi mendatang, masakan kita yang telah sekian lama berkecimpung dalam dunia akademik lalu tidak menghasilkan apa-apa? Atau menghasilkan tetapi hanya sedikit? Menulislah selama masih hidup, sebelum kematian datang kepada kita. Berbicaralah – melalui tulisan – selagi masih ada waktu yang Ia berikan. Ia telah memberikan warisan kekal yakni firman-Nya, dan kita diubah olehnya.

Selamat Ulang Tahun SETIA ke-29. Tetap setia melayani Tuhan di mana pun dan kapan pun. Tuhan menyertai dan memberkati segala jerih lelah dan kerja keras yang selama ini dikerjakan. Amin… Soli Deo Gloria.


Daftar  Isi :

Dari Redaksi (Pengarah DELIMA)

Pdt. Dr. Kembong Mallisa’, D.D., M.Th.

Kata Pengantar (Penanggung Jawab DELIMA)

Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Th.

Kata Sambutan (Ketua DELIMA)

Pdt. Dr. Stenly R. Paparang, M.Th.


Artikel-artikel

Mempertanyakan Iman: Sebuah Klarifikasi dan Disposal Pertanyaan-pertanyaan Sulit tentang Trinitas

            Pdt. Dr. Stenly R. Paparang, M.Th.

Puji Syukur Aku Bertemu Kristus Berdasarkan Kitab Roma 7:13-26: Pergulatan Dosa & Kehendak Berkaitan dengan Hukum Taurat & Kasih Karunia

            Pdt. Dr. Heryson T. M. Butar-Butar, M.Th., D.Min.

Keunikan Kristus dalam Teologi Modern

            Adi Putra, M.Th.

Kehilangan Namun Mendapatkan Kembali

            Pdt. Dr. Dyulius Th. Bilo, M.Th.

Teologi Darah: Sebuah Pemahaman Teologis

            Henni Somantik, M.Th.

Etika Kristen: Memahami Term Fitnah dari Perspektif Hukum Tuhan

Riste Tioma Silaen, M.Th.

Keharmonian

            Pdt. Dr. Aan, M.Th.

Nasrani atau Kristen? Sebuah Risalah Teologi

            Yosia Belo, M.Pd.K.